Pages

MENDONGKRAK PRODUK LOKAL DENGAN PENDEKATAN OVOP MELALUI PEMBERDAYAAN HIMADA (HIMPUNAN MAHASISWA DAERAH) PADA INKUBATOR BISNIS KAMPUS


PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA

MENDONGKRAK PRODUK LOKAL DENGAN PENDEKATAN OVOP MELALUI PEMBERDAYAAN HIMADA (HIMPUNAN MAHASISWA DAERAH) PADA INKUBATOR BISNIS KAMPUS

BIDANG KEGIATAN: PKM-GT
PKM GAGASAN TERTULIS

Disusun oleh :

            0800649                      Fitranty Adirestuty
0807103                      Nida Afifah
0906576                      Ade Suyitno



UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
201
1



MENDONGKRAK PRODUK LOKAL DENGAN PENDEKATAN OVOP MELALUI PEMBERDAYAAN HIMADA (HIMPUNAN MAHASISWA DAERAH) PADA INKUBATOR BISNIS KAMPUS
Fitranty Adirestuty­­1, Nida Afifah2, Ade Suyitno3. FPEB1,  FPEB2,  FPEB
Universitas Pendidikan Indonesia
Jln. Setiabudhi No.128 Bandung

RINGKASAN
Perdagangan bebas di kawasan Asean atau yang dikenal dengan ACFTA  (Asean China Free Trade Agreement) telah mulai dilakukan di tahun 2010. Dengan  disahkan dan diberlakukannya ACFTA ini, maka para pengusaha dalam negeri harus pintar dan cerdik dalam membaca peluang. Persaingan dalam perdagangan internasional (atau pasar pada umumnya) amat ditentukan pada keunggulan yang dimiliki. Usaha kecil dan menengah atau yang biasa disingkat UKM dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian nasional, hal ini dapat terlihat dari data Kementrian KUKM bahwa Usaha kecil dan menengah yang saat ini jumlahnya sekitar 51,26 juta unit atau 99,91% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia namun keadaanya kini sedang terancam karna masih banyak UKM yang belum memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk menghasilkan produk yang bersaing di pasar global.
Salah satu upaya Pemerintah  Indonesia untuk menghadapi era ACFTA ini adalah menerapkan program One Village One Product atau yang biasa disingkat  OVOP. Penerapan OVOP ini digunakan untuk meningkatkan kualitas dan akses pasar industri kecil dan menengah (IKM), Hal ini sesuai dengan Peraturan Menperin Nomor 78 Tahun 2007 tentang Peningkatan Efektifitas Pengembangan IKM Melalui Pendekatan OVOP. Kenyataannya penerapan OVOP selama ini belum seratus persen berhasil dilakukan karena beberapa hal. Menurut Wapres Budiono, Pengembangan OVOP harus dilakukan dengan penelitian yang mendalam mengenai produk apa yang cocok untuk satu desa."Targetnya juga harus jelas." Sebenarnya produk usaha kecil dan menengah banyak yang berkualitas, hanya belum banyak memiliki jaringan baik pasar lokal atau  pasar yang lebih besar, termasuk ke luar negeri.
Oleh karna itu, maka dibutuhkannya suatu gebrakan model baru bagaimana mendongkrak produk lokal agar bersaing di tatanan nasional bahkan Internasional melalui pemberdayaan fungsi HIMADA (Himpunana Mahasiswa Daerah) sebagai agent of exchange dan Inkubator bisnis kampus dalam proses perluasan pemasaran, meningkatakan penjualan produk local, sampai pada peningkatkan geliat wirausaha di dalamnya, maupun pengembangan penyerapan tenaga kerja di daerah, sehingga nantinya diharapkan akan terjadi trickle down effect dari Inkubator bisnis yang bekerjasama dengan HIMADA Kampus yang berimbas pada kemajuan UKM di setiap daerah bahkan pada peningkatan pendapatan nasional Negara dengan pendekatan OVOP.

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Perdagangan bebas di kawasan Asean atau yang dikenal dengan ACFTA  (Asean China Free Trade Agreement) telah mulai dilakukan di tahun 2010, kemudian menjadi tonggak sejarah bagi Negara anggota utama Asean (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Brunei) untuk menyelenggarakan perdagangan bebas. ACFTA sepertinya sudah menjadi harga mati bagi Negara-negara Asean untuk melahirkan kekuatan bersama melawan kompetisi global.
Dengan disahkannya dan diberlakukannya ACFTA pada awal tahun 2010, maka para pengusaha dalam negeri harus pintar dan cerdik untuk membaca peluang, jika tidak maka ancaman gulung tikar atau bangkrut  bisa melanda para pengusaha dalam negeri. Persaingan dalam perdagangan internasional (atau pasar pada umumnya) amat ditentukan pada keunggulan yang dimiliki atau keunggulan produk yang dihasilkan. Usaha kecil dan menengah atau yang biasa disingkat UKM dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian nasional, hal ini dapat terlihat dari data Kementrian KUKM bahwa Usaha kecil dan menengah yang saat ini jumlahnya sekitar 51,26 juta unit atau 99,91% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia dan memberikan sumbangan terhadap PDB sebesar Rp. 2.609,4 triliun atau 55,6%, Penyerapan Tenaga Kerja 91,8 Juta (97,33%) dan Kontribusi ekspor  nonmigas Rp 142,8 Triliun (20%), namun keadaan KUKM ini smakin terancam karna masih banyak masih UKM yang belum memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk menghasilkan produk yang bersaing di pasar global.
Salah satu upaya Pemerintah  Indonesia untuk menghadapi era ACFTA ini adalah menerapkan program One Village One Product atau yang biasa disingkat  OVOP. Penerapan OVOP ini digunakan untuk meningkatkan kualitas dan akses pasar industri kecil dan menengah (IKM), tidak hanya meliputi IKM kerajinan, tapi juga makanan dan minuman, produk herbal, dan interior, dan lain-lain ke tingkat global serta diproduksi secara kontinyu dan konsisten. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menperin Nomor 78 Tahun 2007 tentang Peningkatan Efektifitas Pengembangan IKM Melalui Pendekatan OVOP di Sentra pada 28 September 2007 lalu.
Adapun, contoh keberadaan OVOP di beberapa daerah di Indonesia adalah sebagai berikut (Gema Industri Kecil, 2008):
a.         Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah è Sentra kerajinan tembaga
b.        Puncak Pasir Saronge, Kabupaten Cianjur, Jawa Baratè Sutera
c.         Kabupaten Sambas dan Sintang, Kalimantan Barat è kain tenun
d.        Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah è Bawang goreng aroma khas.
e.         Lampung Peminggir, Propinsi Lampung è Kain tenun ikat inuh.
Kenyataannya penerapan OVOP selama ini belum seratus persen berhasil dilakukan karena beberapa hal. Pengembangan satu desa satu produk (One Village One Product / OVOP) tak bisa sembarangan. OVOP Indonesia butuh riset pasar dan produk yang kuat plus koperasi yang mendukung  (www.m.detik.com). Menurut mantan presiden Jusuf kalla dalam acara seminar OVOP di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (4/3/2008), OVOP di Indonesia harus meniru keberhasilan negara lain terutama untuk meningkatkan nilai tambah dan fokus pada suatu produk sehingga meningkatkan keahlian dan produknya bisa mudah dijual. Masih banyaknya kekurangan dalam pengembangan OVOP inilah yang harusnya menjadi perhatian Pemerintah untuk mengatasinya.
Menurut Wapres Budiono pengembangan OVOP harus dilakukan dengan penelitian yang mendalam mengenai produk apa yang cocok untuk satu desa."Targetnya juga harus jelas." Sebenarnya produk usaha kecil dan menengah banyak yang berkualitas, hanya belum banyak memiliki jaringan baik pasar lokal atau  pasar yang lebih besar, termasuk ke luar negeri. Keberhasilan produk UKM juga mensyaratkan sinergi antara teknologi, disain, dan pemasaran. "Itu satu paket,". Wapres Boediono menilai Indonesia berpotensi untuk menerapkan OVOP karena kaya akan sumber daya alam dan budayanya. Kekayaan tersebut, ujarnya, akan memberikan potensi bagi pengusaha kelas menengah dan bawah yang terus tumbuh. (http://www.smecda.com/deputi/)
Kemudian di sisi lain pengembangan OVOP ini tidak akan berjalan mulus tanpa diimbangi geliat entrepreneurship di kalangan generasi muda yang semangat kerja keras dan kreatif baik di daerah maupun di tingkat Kampus. Di Indonesia Sebanyak empat perguruan tinggi saja di Tanah Air yang inkubator bisnisnya berjalan dengan optimal yakni Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Kampus Brawijaya (Unibraw), dan Institut Teknologi Surabaya (ITS) yang menjadi pusat pendampingan atau inkubator calon wirausaha padahal saat ini setiap kampus rata-rata sudah mempunyai inkubator bisnis. Global Entrepreneur Monitor menyebutkan idealnya entrepreneur di sebuah negara mencapai 2% dari total penduduknya. Sehingga ekonomi negara itu bisa lebih baik. Saat ini, penduduk Indonesia sekitar 240 juta orang, ini berarti seharusnya ada sekitar 4,8 juta wirausaha. Menurut data Kementrian UKMK, kenyataanya Indonesia hanya 0,24% saja yang berwirausaha dengan demikian Indonesia membutuhkan sekitar 4,78  juta wirausaha baru.
Dengan permasalahan-permasalahan tersebut maka dibutuhkannya suatu gebrakan model baru bagaimana mendongkrak produk lokal agar bersaing di tatanan nasional bahkan Internasional melalui inkubator bisnis dengan pemberdayaan fungsi HIMADA (Himpunana Mahasiswa Daerah) dan Inkubator bisnis kampus dalam proses perluasan pemasaran, meningkatakan penjualan produk local, sampai pada peningkatkan geliat wirausaha di dalamnya, maupun pengembangan penyerapan tenaga kerja di daerah, sehingga nantinya diharapkan akan terjadi trickle down effect dari Inkubator bisnis yang bekerjasama dengan HIMADA Kampus yang berimbas pada kemajuan UKM di setiap daerah bahkan pada peningkatan pendapatan nasional Negara dengan pendekatan OVOP.   Oleh karena itulah, penulis mengangkat karya tulis ini denga judul: Mendongkrak produk Lokal dengan pendekatan OVOP Melalui pemberdayaan HIMADA (Himpunan Mahasiswa Daerah) pada Inkubator bisnis Kampus.

B.       Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
Menjelaskan Model optimalisasi peran HIMADA dan incubator bisnis Kampus dalam partisipasi pengembangan program OVOP.

C.      Manfaat Penulisan

  Penulisan karya tulis ini tentunya diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak diantaranya:
a.    Akademisi (Mahasiswa dan Dosen)
  Karya tulis ini dapat menjadi bahan yang menarik untuk didiskusikan serta dilakukan penelitian lebih lanjut, untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang  membangun dan bermanfaat untuk semua pihak terkait.
  Dalam tataran praktiknya Inkubator bisnis dan penerapan konsep karya tulis ini, dapat melahirkan generasi entrepreneur muda, melalui aplikasinya juga  dapat menambah penghasilannya.  
b.    Pemerintah
   Karya tulis ini dapat dijadikan sebaai referensi untuk mengembangkan OVOP dalam konteks pemberdayaan HIMADA (Himpunan Mahasiswa Daerah ) di tataran Perguruan Tinggi sehingga secara tidak langsung Pemerintah turut pula mendukung aktifitas mahasiswa dalam inkubator bisnisnya untuk mengangkat produk lokal unggulan tiap daerah.
c.    Enterpreuneur
   Jika konsep yang ada dalam karya tulis ini dapat benar-benar diimplementasikan, maka manfaat terbesar yang akan diperoleh para entrepreneur  adalah adanya  peningkatan  baik kualitas dan kuantitas penjualan produk mereka, baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama dalam menghadapi era ACFTA.
d.   Masyarakat
    Karya tulis ini dapat menjadi bahan aplikatif, meningkatkan produktivitas usaha daerah, semakin berkembang untuk kemudian dapat mengembangkan dan menyerap tenaga kerja dari masyarakat, sehingga dapat menjadi bagian dari peningkatan kesejahteraan masyarakat.



0 komentar:

Posting Komentar